Jumat, 04 April 2014

CICAKPHOBIA "Part II"

"CICAKPHOBIA"



Bab 1 – Keramat


Musik upbeat mengalun keras dari speaker laptopku, menemaniku menatap gambar-gambar acak yang aku tempelkan di setiap sudut dinding kamar, tepatnya di depan meja kayu tempatku meletakan televisi. Aku menempelkannya secara acak, dengan sebuah gambar utama berupa foto close up wajah seorang gadis yang dikelilingi oleh kupu-kupu berwarna coklat muda. Salah satu mata gadis itu menatap tajam pada siapapun yang memandangnya, sejenak seperti tengah menatap foto hidup, keramat. Sebelah matanya lagi tertutup helaian rambut yang tergerai lembut. Bibirnya penuh, seksi. Pipi dan hidungnya memiliki bintik-bintik samar di balik warna pink merona blush on yang dikenakannya. Begitu natural dan tegas. Sosok yang selalu ingin ku hidupkan dari dalam jiwaku yang terdalam.

Di sekelilingnya terdapat foto-foto yang lebih kecil, kebanyakan gambar-gambar yang ku download dari mana pun, kata-kata penyemangat, dan sekedar gambar berwarna warni yang menurutku unik. Jauh di penghujung ‘pameran’ gambar itu, aku juga menempelkan foto riwayat hidupku bersama beberapa orang yang pernah menghiasi hari-hariku.

Yang pertama, foto komunitas sosial yang kuikuti sejak satu tahun yang lalu. 8 gadis dengan rentan usia sekitar 19-24 tahunan, mengenakan seragam hitam model penguin dress, dengan syal warna-warni sebagai aksen hidup, tersenyum ramah-lelah, setelah acara fashion show untuk penggalangan dana yang diadakan di sebuah Mall besar. 8 pasang mata itu menatap lurus sang kameramen dengan pandangan indah, tergambar jelas bagaimana bahagianya mereka atas kesuksesan acara hari itu, dan aku bersyukur, aku menjadi salah satu di antara mereka.

Foto lain, adalah foto masa-masa KKNku, masih tahun kemarin juga. Foto yang diambil di malam penutupan dan perpisahan kami pada warga kampung pedalaman Curug Agung, kabupaten Baros. Kami berdiri berjajar di panggung yang sempit, sedikit berdesakan dengan para ketua RT yang ikut berpose bersama kami, saling menggandeng dengan senyuman bangga-lelah di wajah kami. Jas almamater yang membungkus tubuh kami menjadi saksi bisu ketuntasan tugas kami sebagai mahasiswa tingkat akhir, sebelum menyusun tugas ‘keramat’ lainnya, yaitu skripsi.

Segores senyuman samar akan terbentuk acap kali aku menatap foto itu, mengenang berbagai kejadian yang kulalui selama kurang lebih 40 hari di sana. Dari kemelut permasalahan desa yang terbelakang, konflik antara anggota KKN, sampai kisah miris cinta lokasi-bertepuk sebelah tangan-yang ku alami.
Foto terakhir yang tertempel di sana, paling besar, dan paling ujung, adalah fotoku dengan kedua sahabatku. Diambil pada masa-masa akhir kuliah, meski aku sendiri sudah lupa kapan tepatnya foto itu diambil. Mata kami terbuka, ceria dan tanpa beban dengan senyuman mengembang lebar.
Aku merindukan mereka.

Kedipan di layar ponsel pintarku mengaburkan seluruh lamunanku. Aku mengintipnya sekilas, tidak berniat buru-buru membukanya. Seperti biasa, sikap cuekku sudah terlalu mendominasi kali ini. Ketika mendengar suara ping berkali-kali barulah aku mengambil ponselku. Siapapun dia, pastilah ini cukup penting karena aku sudah berkali-kali mengatakan tidak menyukai dengan nada ping pada applikasi bbm, dan melarang siapapun untuk melakukan itu kepadaku, kecuali sangat teramat-penting.

Pesan dari Maia, salah satu teman yang berpose bersamaku di foto terakhir yang tertempel di dinding itu. Kini ia menjadi rekan bisnis fashion online ku, setelah kami berdua mulai putus asa mencari pekerjaan sejak kami menyandang gelar sarjana hingga hari ini. Sebenarnya kami menyebut ini sebagai bisnis selingan sampai menemukan pekerjaan yang pas untuk kami berdua. Kami sama-sama menyukai dunia fashion, meskipun aku tidak se-fashionable Maia, tapi aku menyukai dunia desain. Sedangkan dia, jangankan mendesain, menulis saja sudah selalu menuai ejekan. Meski cantik, tapi Maia memiliki tulisan tangan yang luar biasa berantakan. Aku suka mengejeknya tidak lulus SD, dan ia akan langsung mencibir kesal sambil mencubit lenganku.

Dari enam gadis yang bersahabat denganku di kursi kuliah, dua di antaranya sudah bekerja di salah satu pabrik pakaian sebagai staff, satu sudah menikah sejak kami semester 6, dan sudah memiliki seorang putri tahun kemarin, yang diberi nama Kafka, yang biasa ku panggil Kampak, Kapan, dan terkadang Kafan. Hahaha. Satu lagi, seorang gadis pantai yang cantik nun sensual, kini masih bersikukuh dengan tugas skripsinya yang sempat ia tunda karena sibuk pacaran. Yep, dia salah satu sahabatku yang terdekat. Kami banyak memiliki kesamaan dalam hal-hal jelek, tapi setidaknya dia jauh lebih cantik dari aku, yang membuat urusan cintanya selalu mulusss seperti jalan tol. Setiap minggu ada saja cowok yang mentraktirnya nonton atau sekedar makan siang. Yang dua terakhir, aku dan Maia, adalah sarjana yang paling lama mengecam jabatan pengangguran, kurang lebih selama tiga bulan, hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan bisnis ini.
Mungkin karena terlalu lama membalas pesannya, akhirnya Maia malah langsung meneleponku.
“Molor yah lo?” tanyanya tanpa basa-basi.
Aku menguap, menatap cangkir kopiku dengan nanar. “enggak,” jawabku sekenanya. “Abis ngelamun aja,” tambahku lebih asal lagi.
Dia mendengus, “Dasar.” Katanya, tidak terdengar nada marah sama sekali. Santai dan seloww… moto hidup yang selalu ku acungi jempol pada gadis fotogenik ini. “Kemaren si Wawan nelpon, dia mau ngadain sesi pemotretan prawedding, minta kita yang datang.”
“Wih, tuh bocah mau merit?” tanyaku, tertarik pada gossip yang dibawanya.
“Kakaknya, mbak Ayu,” ujar Maia.
Aku menyandarkan kembali punggungku pada sandaran kursiku, tidak terlalu antusias lagi. “Gimana, mau nggak?” tanyanya lagi.
Sebenarnya aku masih memiliki banyak desain yang harus ku kerjakan. Tapi aku akan merasa sangat tidak enak jika menolak permintaan itu.  
“Oke. Lo sesuain aja jadwalnya si Marwan sama kita. Kalau udah fix, kabarin gue.” Jawabku.
Seenaknya mengganti nama Wawan. Maia berdehem pelan, lalu menanyakan beberapa desain, nah lihat kan? aku banyak pekerjaan!

Selain desain, aku juga menyukai dunia photography, dan beberapa orang memang mengakui keapikanku dalam mengambil foto-foto. Bahkan mereka mengatakan, foto sandal jepit-pun akan berubah menjadi penuh makna jika aku yang mengambilnya. Haha… itu hanya membuat kepalaku semakin membesar.
Maia sendiri sangat piawai dalam memoleskan kosmetik. Ia bahkan memiliki sertifikat make up dari salah satu brand make up ternama di Indonesia. Ia sering mengikuti make up clinic yang diadakan di berbagai tempat. Jadilah tidak perlu diragukan lagi keahliannya dalam memoles wajah dengan perlengkapan saktinya. Bahkan kambingpun akan cantik mempesona kalau di tangani oleh tangan dinginnya. Itulah gurauanku yang sebenarnya bermaksud memuji tapi terlalu gengsi. Hahaha
“Oya kemaren gue ketemu sama mba Hana, kepala toko Alea Hijab.”
“Yang mana itu?” tanyaku sungguh-sungguh.
Untuk urusan orang, nama, tempat, dan angka aku memang memiliki sedikit masalah dalam mengingat. Jadi biasanya aku butuhkan usaha lebih untuk sekedar mengingat seseorang dalam benakku.
Maia mendesah lelah, bosan dengan ke-pikunanku.
“Itu, mba Hana yang kemarin datang di acara gathering bulanan di Mall Serang.” Tuturnya, sedikit mendesakku untuk segera mengingat. Ya mana ku ingat! Aku terbiasa tertawa ramah pada siapapun, tanpa menanyakan nama mereka. lagi pula kami jarang menggunakan name tag di acara-acara seperti itu. “Yang pakai dress magenta, long cardy rajut,”
Nah itu baru aku ingat. Tapi aku tetap tidak ingat wajahnya, aku hanya ingat warna pakaiannya. “Tokonya yang mana?” tanyaku lagi, sedikit ragu dan takut.
“Astaga lo tuh yah. Tokonya yang di samping hotel Ledian!” ujar Maia setengah berteriak.
Bibirku membulat membentuk huruf O tanpa suara. Aku pernah kesana sekali, melihat-lihat koleksi dressnya yang memiliki harga lumayan. Lumayan mahal! aku gadis sederhana, bukan penyuka barang murahan, tapi pencinta barang murah. Barang indah tapi harus membuatku merogoh kocek terlalu dalam tidak akan ku masukan dalam ‘list must buy’, otak pengrajinku akan memilih untuk menyimpan detailnya di dalam otakku, lalu membuat sendiri benda itu.
“Dia suka sama desain baju yang gue ajuin, dan mau bekerja sama.” tambahnya.
“Baik banget,” gumamku, ragu namun tidak terlalu peduli. “Pasti ada term and conditionnya kan?”
“Yah namanya juga bisnis,” kata Maia sok. Aku mencibir.
“Atur aja lah…” selorohku sambil menenggak kopiku lagi.
“Jangan lupa desain yang gue pinta kemarin! Harus udah jadi hari rabu.”
“Kampret! Sekarang hari selasa men!!” keluhku kesal. Kadang gadis ini memang suka seenak jidatnya saja kalau bicara. Membuat simple semua permasalahan!
“Ya elah, paling berapa jam sih bikin desain satu doang,” bujuknya. “Lagian lo udah ngerti kan poin-poin yang gue jelasin kemaren?”
Aku bergumam pelan. Kalau saja Maia memiliki tangan yang lebih kooperatif, mungkin aku tidak akan mendapatkan kesempatan sebagai penerjemah ide-ide fashion yang menumpuk di kepalanya. Ah, Tuhan memang Maha adil.
“Iye bosss…” ujarku malas. Lalu setelah berbasa-basi ini itu, akhirnya dia menutup teleponnya. Membuatku kembali pada duniaku. Dengan malas akhirnya melanjutkan desain hitam putih yang masih terpampang di layar wacom tablet milikku. 



Created by Chary Ashlinee |Sheet 1

Jumat, 28 Maret 2014

CICAKOPHOBIA "part "

“CICAKOPHOBIA”



PROLOG - Coffee and Apple

Berbicara tentang pagi, aku duduk di beranda, menyesap kopi, menatap bocah-bocah berseragam merah putih yang berjalan beriringan membuat pagar di sepanjang jalan. Jika sedang sewot, aku akan meneriaki mereka,
“Woy, emang jalan nenek moyang kalian.” Tapi itu jarang sekali terjadi.
Toh aku juga jarang keluar rumah.

Motor berlalu lalang, hanya ada satu dua mobil yang lewat, lalu selusin kerbau yang beranjak menuju surga mereka, lapangan berumput tinggi di samping area persawahan. Rumahku sebenarnya cukup strategis, dari tempatku duduk termangu, aku bisa melihat hiruk pikuk nya orang- orang di pagi hari, ada yang mengejar ilmu - terlepas dari kenyataan mereka dipaksa sekolah-, ada yang mengejar pundi-pundi uang, dan jika lebih siang sedikit, aku bisa mendapati ibu-ibu yang berjalan beriringan, dengan gamis-gamis cantik mereka, menuju majelis terdekat, menuntut ilmu, diluar rumpian dan segala tetek bengeknya wanita.

Aku kembali menyesap kopi, bukan seperti pengusaha besar yang tengah tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Lagi pula, apa yang kumiliki untuk membuatku secongkak itu. Aku hanya menyesap kopi, karena hanya itu yang bisa ku lakukan saat ini, selain menggerogoti sebuah apel yang tinggal setengah. Sarapan pagi, aku menyebutnya.

Bocah itu lewat dengan seragam yang lain dari teman-temannya. Tingginya mungkin sekitar 120 cm, kulitnya hitam, tidak terlalu pekat seperti negro, tapi lebih kelam, jika kau mengerti apa yang ku maksud. Rambutnya berdiri tegak, hampir sama kelingnya seperti kulitnya. Ia mengenakan celana merah darah, sama seperti teman-temannya yang lain, tapi bajunya tidak berwarna putih, melainkan kuning, karena terlalu sering dicuci tanpa sabun.
Bocah itu menggenggam erat tali yang tergantung di bahunya, tas punggungnya yang tidak terlalu besar. Wajahnya datar, entah, tak terbaca. Tapi aku suka langkahnya yang tegap, berjalan dengan santai namun mantap. Setahuku dia sering diolok, karena kulit kelingnya? Ya, itu salah satunya, dan sikapnya yang mereka bilang terlalu…. Ah aku tidak memiliki kata yang pas untuk menggambarkannya. Tapi bagiku, itu adalah salah satu keunikan yang dimilikinya. Membuat kau merasa senang melakukan kebaikan kecil yang terkadang menurutmu sangat tidak berarti.

Ketika anak-anak kecil yang lain terlalu gengsi untuk menerima pemberian orang dewasa, entah karena ibu mereka di rumah sudah mewanti-wanti untuk tidak segampangan itu menerima apa yang diberikan orang karena memalukan atau apapun alasan yang menurut mereka relevan, tapi bocah itu tidak. Dia akan tersenyum, memamerkan giginya yang putih, sebenarnya tidak terlalu putih, tapi kulit kelingnya membuat gigi itu seakan bersinar. Haha.... Ia akan menerima yang kau berikan dengan anggukan mantap.
Seperti hari ini, ketika aku meneriakinya dari tempatku duduk termangu di beranda lantai atas. Ia menghentikan langkahnya, lalu melihat ke atas, ke tempatku berdiri. Aku melesat berlari ke bawah, menyelinap melewati dapur, dan muncul di pintu depan.
“Mau apel?” tanyaku.
Ia diam, si keling dengan mata bulat besar itu menatapku. Tidak menjawab, namun mendekat untuk mengambil apel di tanganku. Oke mungkin itu sebuah jawaban, hanya tidak terurai dari bibirnya yang juga keling.
“Makasih mba!” ujarnya, nadanya terdengar tegas. Aku menyukainya. Kelak, kalau dia menjadi polisi, dia pasti akan menjadi aparat yang tegas dan baik. Yah.. kurasa begitu.
Lalu aku berbalik, membiarkan ia pergi dengan kegirangannya sendiri. Apel itu ia genggam sampai ke tikungan, lalu di sana aku bisa melihat ia diam-diam mulai menggigit apel itu.

 Aku tersenyum simpul, duduk kembali menghadapi kopi dan apelku yang tinggal setengah. Masih galau karena semalam, tapi setidaknya, aku tahu Allah tidak pernah berhenti memberikan jalan, selama kita terus berdoa dan berusaha. Yah… seperti itu lah. J



Cherri Ashlyn

Senin, 17 Maret 2014

Refleksi dalam lakon Bima Suci

Kedewasan adalah sesuatu yang dihasilkan dari dialog antara benar & salah dalam diri manusia. Ketika sesuatu itu dikatakan benar, maka sesuatu itu belum tentu benar. Begitu juga sebaliknya, ketika sesuatu diakatakan salah, belum tentu sesuatu itu salah selamanya. Klain benar dan salah adalah hasil dialog antar keduanya. Sesuatu yang telah dikatakan benar, kemungkinan akan menjadi salah dikemudian hari. Demikian juga apabila sesuatu itu dikatakan salah, kemungkinan akan menjadi benar dilain waktu. Hasil dari dialog tersebut akan tercermin dalam kemampuan manusia dalam pengendalian dirinya. Banyak diantara kita yang secara membabi buata mengklaim bahwa sesuatu itu benar atau sebaliknya. Tetapi ketika ia berada dalam keadaan tertentu, ia akan membuat klaim yang berlawanan dari semula. Itulah sebabnya, kita tidak perlu secara membabi buta mengatakan bahwa diri kita adalah benar, yaitu dengan mengatakan orang lain salah, berdosa, atau istilah apapun itu. 

Jumat, 07 Maret 2014

Janji Dan Harapan

Ketika  janji manusia sempat membuatku terbuai, aku merasa senang, sesaat aku melupakan segalanya. namun saat janji itu tidak terealisasi aku merasakan kekecewaan yang sangat dalam, disini aku belajar tidak berharap kepada manusia, namun aku harus berharap penuh kepada Ia yang memberikanku pengampunan seutuhnya yang tidak memandang siapa aku dan masa laluku. Berharap kepadaNya membuatku damai dan tetap menanti yang terbaik dalam pengharapan yang baru.



God is good 

Aku tak boleh kehilangan sukacita oleh karena keadaan yang menimpaku, tapi aku harus tetap melangkah menapaki jalanan yang masih panjang. Sekalipun dunia memandangku rendah oleh karena kesalahan yang pernah kubuat, tapi aku tahu Tuhan melihat kesungguhan hatiku untuk tinggal dalam lingkaranNya. 
Ketika dunia punya banyak alasan untuk merendahkanku dan mengucilkanku, tapi aku tahu Tuhan punya  jauh lebih banyak alasan untuk mengangkatku naik bersamaNya dan Tuhan mengasihiku dengan tulus...


Post by Lister Sitorus

Kamis, 27 Februari 2014

Penawaran IT Solution


Jika kita membicarakan perkembangan zaman, kita sudah memasuki zaman modern yg lebih didominasi dengan tehnologi yang lebih canggih. Mungkin masih ingan mesin ketik yang pada tahun 1980, tapi apakah sekarang Anda masih menggunakan mesin itu untuk membuat surat?
Memasuki zaman yang lebih canggih yang segala sesuatu dengan cara instan. Dengan tehnologi modern Anda dapat melakukan pekerjaan kantor dengan mudah, cepat dan tidak ribet. Anda sebut saja komputer, kita semua sudah pasti mengetahuinya komputer bukan hanya untuk membuat surat atau untuk bermain game, komputer juga mampu melakukan apa yang Anda inginkan untuk pekerjaan kantor Anda.
Di zaman serba modern ini sudah banyak merk komputer yang sudah di keluar di pasaran seperti  HPgtdhse, LENOVO dan ACER.
Kami dari perusahaan IT Provider dapat membantu Anda untuk solusi IT di kantor Anda. Kami PT. WIRAPANDU SUKSES MAKMUR menyediakan komputer, laptop, LCD monitor ataupun service untuk computer Anda. Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai profil perusahaan maupun product kami, anda dapat membuka website kami di http://www.wirapandu.co.id.


Salam sejahtera,

Ebhenheizar 
IT Support

PT. Wirapandu Sukses Makmur 
Jl. Terusan Bandengan Utara 
Komplek 89, No.89-70 
Jakarta Utara 
Telp: (021) 662 6880 
Fax: (021) 661 7772 
Email: 
ebhenheizar69@gmail.com 

Selasa, 25 Februari 2014

True Love

kita merana dalam kehidupan yang kita tapaki sulit melangkah kala semua harus penuh dengan usaha kita tidak kuat bukan kekar seperti karang namun kita lembut seperti awan diatas sana sayang,,, waktu berjalan ibarat kehidupan yang tak pernah berhenti waktu tak mau diam kala kita ingin semua ini terhenti disini kala sang waktu tak pernah bertoleransi apa cinta ini bisa? bisa kuat dengan dasar seperti ini yang jelas cinta ini ada dan kamu tahu

Kasih Tuhan Sangatlah Besar.

Barangsiapa Kukasihi, Ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah. (Wahyu 3;19)
Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihiNya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi. (Amsal 3;12)

Kubersyukur buat teguran keras dan tamparan yang diberikan padaku.
Saat itu juga aku mengerti bahwa Tuhan sangat mengasihiku. Dia mengajariku arti setia, arti sebuah kejujuran, arti kasih. Dan arti mengasihi sesama dan tidak mementingkan diri sendiri.
Aku menyadari bahwa aku telah mencoba bermain api yang akhirnya membakar diriku sendiri. 

Post by Lister Sitorus

Minggu, 23 Februari 2014

Keheningan

ada butiran waktu yang menyuruh aku pergi sejenak, bukan untuk lari atau menapaki jalan yang sepi mencari rasa yang memang jelas bukan untuk aku tepi rasa ini harus mati mati tersapu ombak dan api yang membawanya pergi kita memang jauh bukan soal rasa bukan lagi tentang semua ini. kamu hanya petikan gitar yang syahdu dalam sekejap lalu pergi dengan suara yang lain yang indah bukan seperti mendungku mendung yang punya rasa sama denganku rasa cinta yang terabaikan oleh waktu saat kita mengenal kita tahu rasa ini bukan untuk aku sipu apa lagi kisah ini hanya butiran mutiara mutiara yang berkilau namun bukan untuk kita Post by Ayu Septri

Jumat, 21 Februari 2014

Senyum

aku binatang dalam tumpukan mimpi yang besar, menjadi besar bukan mudah, susah sungguh menjalani semua dengan payah letih sudah jadi anggan yang pasti mengharap yang indah dengan tekad yang kuat bisa dunia untuk kita tetap senyum tatap menatari esok yang indah Post by Ayu Septri

Go A Head

aku: berhenti! berhenti ditengah waktu yang berjalan.. anak kecil: ahhh.... percuma! (bisik anak kecil padaku dengan pelan) kita tak boleh berhenti katanya, aku: kenapa tanyaku kita punya hak buat berhenti, kita punya hak buat sedikit berdiam diri ditengah jenuhnya pikiran atas yang namanya hidup, kenapa dianggap percuma, (jelasku dengan lantang,) anak kecil: walaupun sedetik, walaupun sesingkat apapun waktu terus berjalan, jangan pernah berhenti, karena dunia ini tak pernah menunggu kita, mari berjalan kak, sahutnya sambil tersenyum kecil padaku Post by Ayu Septri

SAMA TAK BEDA

kita ada diantara kebodohan, kita terlahir dari fananya dunia dan nafsu yang terlampiskan atas nama cinta. kita satu dalam ikataan rasa namun berbeda atas isi yang ada. kamu adalah kamu bukan aku yang menjadi kita kita berdua sama sama dalam yang namanya rasa Post by Ayu Septri

PENANTIANKU

apa sebenarnya kita ditengah ombak yang tenang namun dalam? apa yang kita lihat? apa yang kita pilih dari pilihan yang tak bisa kita pilih? apa kita tetap begini ditengah waktu yang tak pernah berhenti! semua ini harus punya jawaban dan semua jawaban itu adalah hasil dari pilihan Post by Ayu Septri

Kamu Mutiara Cinta-ku

kamu detingan rasa yang perlahan mengisi hati ini kamu terlihat menawan ditengah tumpukan usang kebohongan rasa yang ingin memilikimu utuh dan abadi dalam relung yang abadi kamu mutiara yang selalu damai telihat indah dan berkilau itulah kamu cintaku,, Post by Ayu Septri

Selasa, 14 Januari 2014

Pray

Pernah tertulis "memintalah dan kamu akan mendapatkan". bukankah itu bisa membuat kita sangat senang sekali bila kita meminta mainan kepada papa semasa kita kecil , dan kita diberikannya mainan yang kita minta kepada papa. tapi terkadang papa juga tidak memberikannya langsung dengan alasan yang tidak bisa kita bisa terima dan membuat kita kesal dan menangis.

Begitu pula dengan Tuhan Yesus, tapi kita jgn samakan papa kita seperti Tuhan Yesus, karna Tuhan memiliki rencana indah untuk kita bukan seperti alasan yang di berikan oleh papa kita. Papa memberikan alasan mungkin belum mendapatkan gaji dari pekerjaannya, Tapi Tuhan Yesus memiliki rencana indah untuk memberikan sesuatu yang kita minta tidak di berikanNya langsung, agar kita bisa lebih mengerti apa itu maksud Tuhan dan apa yang Tuhan Yesus mau dari kita jika kita meminta sesuatu kepadaNya.